“Susah emang bikin kamu ada buat aku.Gak jodoh kali kita.Mau diapa-apain kalo kamunya gak peduli ya susah. Masa aku harus ngemis2 perhatian dari kamu?Kamu cari yang lain aja. Aku seriu nyerah.”
Pesan terakhirmu sebelum kamu memblokir nomor WhatsApp-ku.
Entah apa yang ada dipikiranmu saat itu, gundah, gelisah, cemas, atau kamu
mulai sadar bahwa aku bukanlah pria yang pantas mendampingimu.
Beribu kali aku pernah tanyakan kepadamu, “Kamu kapan siap
dilamar?”.
Beratus ribu kali jawabmu adalah soal kesiapan dan
kematangan untuk dipinang lalu menikah.
Sering aku berpikir, apakah menikah itu adalah soal kesiapan
dan kematangan? Atau menikah ternyata memang harus punya keinginan yang kuat
bersama?
Kita paham betul, bahwa kita memang tidak satu kota, ratusan
kilo meter harus ditempuh untuk bisa menepis rindu.
Kita punya kondisi dan rutinitas masing-masing, kamu yang
sejak lama memutuskan untuk menjadi seorang entrepreneur, dan aku yang saat ini
sedang berjuang di kota besar bekerja di sebuah perusahaan milik salah satu
konglomerat terkaya di negeri ini.
Harapan dan masa depan itu harus diperjuangkan.
Kamu lelah memperjuangkan “kita”?
Image:
https://thestudiousmom.files.wordpress.com/2016/04/seul-solitude_5557431.jpg