Faktor yang Membuat Gen Z Resign

Om Imam
By -
0

Sebagai seorang profesional dari generasi Milenial, saya tidak bisa menutup mata terhadap tren resign yang semakin merajalela di kalangan sesama Gen Z. Fenomena ini, ternyata, tidak sekadar hasil dari keinginan untuk mencari tantangan baru, tetapi melibatkan sejumlah faktor penting dan patut kita perhatikan. Dalam artikel ini, mari kita melihat bersama, faktor-faktor yang memotivasi Gen Z untuk mengambil langkah resign, dengan dukungan data dari survei Jakpat.


(toc) #title=(Daftar isi:)

Gaji Tidak Seusai Job Desk


Saya tidak dapat menyangkal bahwa gaji yang tidak sebanding dengan job desk merupakan salah satu pemicu utama resign di kalangan Gen Z. Dalam survei Jakpat, lebih dari 64% responden menyatakan bahwa mereka merasa upah yang diterima tidak sepadan dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban. Hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan dan kurangnya apresiasi terhadap kontribusi yang telah diberikan. Saya sendiri sering merenung, "Apakah usaha dan dedikasi saya tidak pantas dihargai dengan gaji yang memadai? Apa kontribusi yang sudah diberikan ke perusahaan?"


Jam Kerja Tidak Teratur dan Budaya Kerja yang Toxic


Sejalan dengan data survei, jam kerja yang tidak teratur dan budaya kerja toxic juga turut meramaikan daftar faktor resign Gen Z. Hampir 56% responden mengeluhkan tentang beban kerja yang berlebih dan ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Saya sendiri sering merasa terjebak dalam spiral pekerjaan yang tidak berkesudahan, membuat keseimbangan hidup semakin sulit dicapai. Budaya kerja yang toxic, seperti mobbing dan ketidaksetaraan, semakin memperburuk situasi.


SOP dan Aturan Perusahaan yang Tidak Jelas


SOP dan aturan perusahaan yang tidak jelas ternyata juga memiliki dampak yang signifikan terhadap keputusan resign Gen Z. Survei Jakpat menunjukkan bahwa hampir 51% responden mengalami kesulitan dalam memahami SOP dan aturan perusahaan. Hal ini menciptakan kesenjangan pemahaman yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam pelaksanaan tugas, memunculkan ketidaknyamanan, dan pada akhirnya, menumbuhkan hasrat untuk mencari lingkungan kerja yang lebih transparan dan terstruktur.


alasan gen z resign dari kantor

Rekan Kerja Toxic


Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan kerja yang diwarnai oleh rekan kerja toxic dapat menjadi faktor resign yang kuat. Dari survei Jakpat, hampir 48% responden menyatakan bahwa mereka mengalami ketidaknyamanan dan konflik dengan rekan kerja. Lingkungan yang penuh dengan drama dan konflik dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, mendorong Gen Z untuk mencari tempat yang lebih positif dan mendukung.


Jobdesk dan Beban Kerja Berlebih


Gen Z seringkali dihadapkan pada tugas dan beban kerja yang berlebih. Data dari survei Jakpat menunjukkan bahwa lebih dari 41% responden merasa bahwa jobdesk dan beban kerja yang diberikan tidak sesuai dengan kapasitas mereka. Mencari keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kebutuhan pribadi menjadi tantangan, dan banyak dari mereka merasa perlu untuk mencari alternatif yang memberikan ruang untuk pertumbuhan dan keseimbangan yang sehat.


Tidak Ada Jenjang Karir dan Work Life Balance


Tidak adanya jenjang karir yang jelas dan kekurangan work life balance merupakan dua faktor lain yang turut memengaruhi keputusan resign di kalangan Gen Z. Lebih dari 38% responden menyatakan bahwa mereka tidak melihat jenjang karir yang jelas di tempat mereka bekerja. Begitu juga dengan work life balance, hampir 37% mengeluhkan kesulitan mencapainya. Hal ini membuat banyak dari kami merasa seperti mencari arti dan tujuan di tempat lain yang lebih mendukung pertumbuhan dan keseimbangan.


Kesimpulan


Dalam refleksi ini, saya menyadari bahwa keputusan resign Gen Z tidak sekadar bersumber dari ketidakpuasan, tetapi merupakan respons terhadap lingkungan kerja yang menantang. Sebagai individu yang terlibat dalam pemasaran digital, melihat tren ini membuka mata saya terhadap pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, adil, dan memperhatikan kesejahteraan mental karyawan. Sebagai pihak yang berkepentingan, kita perlu mendengarkan dan beradaptasi agar dapat mempertahankan talenta-talenta muda yang berpotensi membentuk masa depan perusahaan atau organisasi.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!