Apa yang salah dari Uber dan GrabCar?
Biaya transportasi termasuk salah satu cost yang cukup besar hidup di kota besar, barang ataupun angkutan penumpang dari satu lokasi ke lokasi lain. Untuk menekan biaya ini, banyak cara untuk agar sampai ke tempat tujuan, antara lain menggunakan kendaraan roda dua, atau transportasi roda empat bukan angkutan massal. Selain faktor harga, kenyamanan tak kalah penting menghadapi ganasnya jalanan ibu kota.
Jadi, faktor-faktor memilih transportasi: Murah dan nyaman. Ada lagi yang menjadi salah satu faktor menarik, gengsi. Ketiga faktor ini bisa dijumpai di layanan transportasi berbasis aplikasi online, Uber dan GrabCar. Menggunakan kendaraan roda empat dengan kategori tertentu, mulai dari minimum tahun kendaraan, hingga tarif yang terbilang cukup murah dibanding taksi reguler pada umumnya.
GrabCar misalnya, mengusung tarif flat untuk penumpangnya. Artinya biaya perjalanan tidak akan pernah berubah, penupang hanya membayar biaya sesuai dengan yang tertera di aplikasi ketika melakukan pemesanan. Beda dengan Uber yang masih menggunakan hitungan waktu. Masing-masing penyedia transportasi online ini memang memiliki kelebihan dan kekurangannya. Tapi yang paling penting, ini menjadi alternatif transportasi selain taksi, dan angkutan umum massal.
GrabCar dan Uber mengklaim dirinya bukanlah perusahaan transportasi, mereka hanya aplikasi transportasi, sama seperti aplikasi ojek online Gojek. Mereka bukan perusahaan transportasi. Tapi soal keamanan, dan kenyamanan tidak perlu diragukan, seleksi untuk menjadi driver atau mitranya cukup ketat, tidak sembarangan menerima driver.
Model bisnis ini ternyata membuat perusahaan transportasi yang mengantongi izin trayek dari dinas terkait geram. Padahal ini jangan hanya dilihat sebagai persaingan, tapi bisa menjadi peluang bahkan mitra kerjasama yang baik. GrabCar juga menggandeng banyak perusahaan taksi untuk bisa menggunakan aplikasi tersebut di fitur GrabTaxi. Perusahaan taksi seperti Express Taxi, Gamya, Kosti Jaya juga banyak yang armadanya terhubung dengan aplikasi GrabTaxi. Berbeda dengan taksi BlueBird yang memiliki aplikasi myBlueBird untuk customer bisa memesan taksi BlueBird melalui aplikasinya sendiri.
Pada akhirnya, keputusan terakhir ada di tangan konsumen. Teknologi dan inovasi mustahil dibendung, dan dibutuhkan regulasi yang tepat untuk kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi online ini. Semoga rezeki para pengemudi taksi (yang tidak menggunakan aplikasi) semakin tambah dan berlimpah, dan selalu semangat.
![]() |
Screen shoot Transportation di Google Play /dok. Pribadi |
Jadi, faktor-faktor memilih transportasi: Murah dan nyaman. Ada lagi yang menjadi salah satu faktor menarik, gengsi. Ketiga faktor ini bisa dijumpai di layanan transportasi berbasis aplikasi online, Uber dan GrabCar. Menggunakan kendaraan roda empat dengan kategori tertentu, mulai dari minimum tahun kendaraan, hingga tarif yang terbilang cukup murah dibanding taksi reguler pada umumnya.
GrabCar misalnya, mengusung tarif flat untuk penumpangnya. Artinya biaya perjalanan tidak akan pernah berubah, penupang hanya membayar biaya sesuai dengan yang tertera di aplikasi ketika melakukan pemesanan. Beda dengan Uber yang masih menggunakan hitungan waktu. Masing-masing penyedia transportasi online ini memang memiliki kelebihan dan kekurangannya. Tapi yang paling penting, ini menjadi alternatif transportasi selain taksi, dan angkutan umum massal.
GrabCar dan Uber mengklaim dirinya bukanlah perusahaan transportasi, mereka hanya aplikasi transportasi, sama seperti aplikasi ojek online Gojek. Mereka bukan perusahaan transportasi. Tapi soal keamanan, dan kenyamanan tidak perlu diragukan, seleksi untuk menjadi driver atau mitranya cukup ketat, tidak sembarangan menerima driver.
Model bisnis ini ternyata membuat perusahaan transportasi yang mengantongi izin trayek dari dinas terkait geram. Padahal ini jangan hanya dilihat sebagai persaingan, tapi bisa menjadi peluang bahkan mitra kerjasama yang baik. GrabCar juga menggandeng banyak perusahaan taksi untuk bisa menggunakan aplikasi tersebut di fitur GrabTaxi. Perusahaan taksi seperti Express Taxi, Gamya, Kosti Jaya juga banyak yang armadanya terhubung dengan aplikasi GrabTaxi. Berbeda dengan taksi BlueBird yang memiliki aplikasi myBlueBird untuk customer bisa memesan taksi BlueBird melalui aplikasinya sendiri.
Pada akhirnya, keputusan terakhir ada di tangan konsumen. Teknologi dan inovasi mustahil dibendung, dan dibutuhkan regulasi yang tepat untuk kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi online ini. Semoga rezeki para pengemudi taksi (yang tidak menggunakan aplikasi) semakin tambah dan berlimpah, dan selalu semangat.
Komentar di bagian Facebook ya!
Tidak ada komentar :